MENJAGA KEBUTUHAN NKRI, DIATAS PENGORBANAN SANG MERAH PUTIH

 

MENJAGA KEBUTUHAN NKRI, 

DIATAS PENGORBANAN SANG MERAH PUTIH

Indonesia adalah negara hukum sebab negara Indonesia berdiri di atas hukum yang menjaga keadilan warganya. hal tersebut diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Tujuan hukum adalah untuk mengatur kehidupan dalam masyarakat. Dari tujuan hukum tersebut, maka segala kehidupan bernegara perlu memperhatikan hukum, baik pemerintah maupun masyarakat. UUD 1945 yang merupakan konstitusi tertulis, memuat kebebasan berkumpul, menyampaikan pendapat secara lisan atau tulisan, dan sebagainya.

Demonstrasi atau aksi unjuk rasa pada hakikatnya adalah sarana masyarakat untuk menyalurkan aspirasi di ruang publik, yang mencerminkan salah satu pilar penting dalam praktik demokrasi di Indonesia. Konsep demokrasi memiliki arti bahwa masyarakat bebas menyampaikan pendapat, aspirasi, dan kritik terhadap pemerintah.  Kerap kali mahasiswa mendominasi berbagai aktivitas demonstrasi. Mahasiswa selalu berusaha mewujudkan ekspresinya melalui kegiatan- kegiatan yang dapat mewakili pendapatpendapatnya, termasuk dalam hal penyampain pendapat di ruang dalam bentuk aksi unjuk rasa atau demonstrasi. Demonstrasi dilakukan atas respons terhadap isu-isu terkini yang dianggap akan merugikan masyarakat dan kehidupan demokrasi di Indonesia.

 


(Sumber: X)

Gelombang demonstrasi yang terjadi pada akhir Agustus 2025 tidak muncul secara tiba-tiba. Sebaliknya, kekecewaan masyarakat umum terhadap tindakan para politisi dan penegak hukum. Orang-orang menilai bahwa negara gagal memastikan keadilan dan kebebasan berbicara.. Kekerasan aparat yang berujung pada jatuhnya korban jiwa semakin memperburuk luka kolektif, sementara di sisi lain para wakil rakyat justru sibuk mengamankan fasilitas dan tunjangan yang semakin jauh dari rasa keadilan sosial. Dari keresahan tersebut, lahirlah sejumlah tuntutan yang ditujukan langsung kepada tiga pilar utama: Presiden, DPR, dan partai politik. Protes hanya dipicu oleh satu masalah pada awalnya, yaitu kenaikan tunjangan wakil rakyat. Namun, seiring berjalannya waktu, tuntutan publik menjadi lebih rumit, mulai dari desakan pembubaran DPR, percepatan pengesahan RUU Perampasan Aset, hingga pengawalan ketat terhadap putusan-putusan Mahkamah Konstitusi.

Gelombang kritik keras terhadap tindakan represif aparat kepolisian dalam mengendalikan demonstrasi pada 25 hingga 28 Agustus 2025 mencerminkan keprihatinan mendalam atas memburuknya kondisi penegakan HAM di Indonesia. Salah satunya terlihat dari penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat, yang diduga menyebabkan Affan Kurniawan (21 tahun) kehilangan nyawa setelah tertabrak dan terlindas kendaraan taktis Brimob Polri. Peristiwa yang terjadi bukanlah insiden kecelakaan, melainkan bentuk nyata dari tindakan represif aparat yang gagal menjunjung asas proporsionalitas dan akuntabilitas dalam menjaga keamanan publik. Demonstrasi yang merupakan ekspresi sah rakyat atas keresahan mereka justru dibatasi secara ketat dan tidak proporsional 

Demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat sejatinya adalah tanggapan terhadap kebijakan yang dianggap tidak adil dan sewenang-wenang, yang semakin memberatkan kehidupan masyarakat. Namun, alih-alih membuka diskusi dan menyuarakan aspirasi yang konstruktif, aksi tersebut dijawab dengan kekerasan oleh aparat. Tragedi paling menyayat hati terjadi ketika seorang pengemudi ojek daring dilaporkan tewas setelah terlindas mobil rantis polisi. Peristiwa tersebut merupakan lambang betapa nyawa rakyat begitu rentan di tengah penegakan hukum yang brutal. Kasus tersebut menimbulkan pertanyaan fundamental, seperti apakah aparat keamanan masih mengabdi pada prinsip melindungi rakyat, atau justru berubah menjadi alat represif kekuasaan? Meski desakan agar kasus diusut tuntas secara transparan terus bermunculan, publik cenderung pesimistis.

 

(Sumber: CNN Indonesia)

 

Lembaga bantuan hukum, aktivis, hingga akademisi menilai penggunaan kekuatan berlebihan (excessive use of force) oleh aparat telah melampaui batas kewajaran dan melanggar hak konstitusional warga negara untuk berbicara di ruang publik, sebagaimana dijamin oleh UUD 1945 dan berbagai instrumen HAM internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia.

Upaya menaikkan tunjangan dan fasilitas di tengah krisis ekonomi, DPR dianggap sebagai biang keladi keresahan publik. Tidak hanya tindakan tersebut menunjukkan insensitivitas sosial, tetapi juga memicu konflik: rakyat sudah menderita akibat kenaikan harga kebutuhan pokok, pajak yang membebankan, dan subsidi yang salah sasaran, sementara para wakil rakyat meningkatkan kenyamanan pribadi mereka. Pemerintah pun dipandang ikut andil sebagai provokator terselubung melalui kebijakan represif yang memberi ruang besar bagi aparat melakukan kekerasan. Bukannya mengakomodasi aspirasi rakyat, pemerintah justru memperlihatkan wajah otoriter yang membungkam kritik.



REFERENSI

CNBC Indonesia. (2025). Tuntutan rakyat 17-8 viral di media sosial, begini isinya. CNBC Indonesia. Diakses dari https://www.cnbcindonesia.com/tech/20250901082334-37-663072/tuntutan-rakyat-17-8-viral-di-media-sosial-begini-isinya

Hukumonline. (2025). Demo Agustus 2025 diwarnai aksi represif aparat, Kapolri dan Presiden diminta bertindak. Hukumonline. Diakses dari https://www.hukumonline.com/berita/a/demo-agustus-2025-diwarnai-aksi-represif-aparat-kapolri-dan-presiden-diminta-bertindak-lt68b162accbbd5/

BBC Indonesia. (2025). [Demo berlanjut setelah pengemudi ojek online tewas dilindas rantis, empat orang meninggal dalam demonstrasi di Makassar]. BBC Indonesia. Diakses darii https://www.bbc.com/indonesia/articles/cn475k3gwk3

NU Online. (2025). Demo Agustus 2025: Alarm keras suara rakyat. NU Online. Diakses dari https://www.nu.or.id/opini/demo-agustus-2025-alarm-keras-suara-rakyat-uCzCG 


 

 

 


Komentar